Pages

Jumat, 11 September 2020

Kata Terurai Jadi Laku

Kulitnya hitam. Wajahnya jelek. Usianya tua. Waktu pertama kali masuk ke rumah wanita itu, hampir saja ia percaya kalau ia berada di rumah hantu. Lelaki kaya dan tampan ia sejenak ragu kembali. Sanggupkah ia menjalani keputusannya? Tapi ia segera kembali pada tekadnya. Ia sudah memutuskan untuk menikahi dan mencintai perempuan itu. Apa pun resikonya.

Suatu saat perempuan itu berkata, “ini emas-emasku yang sudah lama kutabung, pakailah untuk mencari wanita idamanmu, aku hanya membutuhkan status bahwa aku pernah menikah dan menjadi seorang istri.” Tetapi lelaki itu malah menjawab, “Aku sudah memutuskan untuk mencintaimu. Aku takkan menikah lagi.”

Semua orang terheran-heran. Keluarga itu tetap utuh sepanjang hidup mereka. Bahkan mereka kemudian dikaruniai anak-anak dengan kecantikan dan ketampanan yang luar biasa. Bertahun-tahun kemudian orang-orang menanyakan rahasia ini padanya. Lelaki itu menjawab enteng, “Aku memutuskan untuk mencintainya. Aku berusaha melakukan yang terbaik. Tapi perempuan itu melakukan semua kebaikan yang bisa ia lakukan untukku. Sampai aku bahkan tak pernah merasakan kulit hitam dan wajah jeleknya dalam kesadaranku. Yang ku rasakan adalah kenyamanan jiwa yang melupakan aku pada fisik.”

Begitulah cinta yang terurai jadi laku. Ukuran interigasi cinta adalah ketika ia bersemi dalam hati... terkembang dalam kata... terurai dalam laku... kalau hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya. Kalau hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai kepalsuan dan tidak nyata... Kalau cinta sudah terurai jadi laku, cinta itu sempurna seperti pohon; akarnya terhujam dalam hati, batangnya tegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam laku. Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh amal.

Semakin dalam kita merenungi makna cinta, semakin kita temukan fakta besar ini, bahwa cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.

Rahasia dari sebuah hubungan yang sukses bertahan dalam waktu lama adalah pembuktian cinta terus menerus. Yang dilakukan para pecinta sejati disini adalah memberi tanpa henti. Hubungan bertahan lama bukan karena perasaan cinta yang bersemi dalam hati, tapi karena kebaikan tanpa henti yang dilahirkan oleh perasaan cinta itu. Seperti lelaki itu, yang terus membahagiakan istrinya, begitu ia memutuskan untuk mencintainya. Dan istrinya, yang terus menerus melahirkan kebajikan dari cinta tanpa henti. Cinta yang tidak terurai jadi laku adalah jawaban atas angka-angka perceraian yang semakin menganga lebar dalam masyarakat kita.

Tidak mudah memang menemukan cinta yang ini, tapi harus begitulah cinta, seperti kata Imam Syafii,

Kalau sudah ada cinta disisimu
Semua kan jadi enteng
Dan semua yang ada diatas tanah
Hanyalah tanah jua

Anis Matta
Dikutip dari Majalah Tarbawi

Jumat, 29 Mei 2020

Kami tidak tahu ini nikmat atau musibah, yang penting kami berprasangka baik kepada Allah

Alkisah ada seorang budak di Baghdad yang memerdekakan dirinya dengan uang yang dia kumpulkan dari hasil kerja kerasnya setiap hari. Termasuk di hari Jumat, hari ketika seharusnya seorang budak libur. Dia pun menghadap tuannya untuk menyerahkan uang tersebut dengan imbalan agar dimerdekakan. Takjub dengan kerja kerasnya tersebut, sang tuan mengatakan kalau sang budak hanya perlu membayar separuh dari uang yang dia berikan, sisanya untuk modal hidup.

Setelah itu, sang budak yang sudah menjadi mantan budak itu pun memulai hidup barunya. Dia pun menikah dengan seorang wanita. Dari pernikahannya tersebut, mereka memiliki satu orang anak laki-laki bernama Qolawun. Namun, usai istrinya menuntaskan kewajiban untuk menyusui anak mereka, dia mengalami sakit hingga Allah memanggilnya. Sejak itu, sang mantan budak hanya tinggal bersama sang anak hingga besar dan tumbuh akan kasih sayang ayahnya yang mantan budak.

Selasa, 24 Maret 2020

Mbah Jum yang Berhati Mulia


Oleh : Irene Radjiman

Begitulah beliau dipanggil. Aku sempat bertemu dengannya 5 tahun yang lalu saat berlibur di Kasian Bantul Yogyakarta. Nama desanya saya lupa. Mbah Jum seorang tuna netra yang berprofesi sebagai pedagang tempe. Setiap pagi beliau dibonceng cucunya ke pasar untuk berjualan tempe. Sesampainya dipasar tempe segera digelar. Sambil menunggu pembeli datang, disaat pedagang lain sibuk menghitung uang dan ngerumpi dengan sesama pedagang, mbah Jum selalu bersenandung sholawat.

Cucunya meninggalkan mbah Jum sebentar, karena ia juga bekerja sebagai kuli panggul dipasar itu. Dua jam kemudian, cucunya datang kembali untuk mengantar simbahnya pulang kerumah. Tidak sampai 2 jam dagangan tempe mbah Jum sudah habis ludes.

Wabah Penyakit dalam Sejarah Islam & Bagaimana Menyikapinya


Saat ini umat manusia dihadapkan pada masalah bumi ini, sebuah virus/wabah yg tak terlihat.

Tapi membuat seisi bumi takut.
Yang membuat semua kekuatan, senjata, dan kesombongan bertekuk lutut, lumpuh, dihadapan kekuasaan Allah SWT..

Memang begitulah sunatullahnya,
Allah SWT menghancurkan tingginya kesombongan dunia dengan sesuatu yang kecil

Agar runtuh dengan sehina-hinanya, seperti Namrud yg mati hina karena seekor lalat.

Tapi masalah bumi ini adalah masalah muslimin juga..
Bagaimana kita bersikap..?