Dahlan Iskan adalah salah satu
putera terbaik Indonesia. Beliau dikenal masyarakat karena keberhasilannya
dalam memimpin surat kabar Jawa Pos yang awalnya hanya koran daerah yang hampir
gulung tikar menjadi koran nasional dengan penjualan yang sangat fantastis. Beliau
juga pernah diangkat menjadi Dirut PLN dan saat ini Dahlan Iskan menjabat
menjadi menteri BUMN menggantikan Mustafa Abubakar.
Dahlan Iskan lahir dari pasangan
Mohammad Iskan dan Lisnah di Magetan Jawa Timur, tepatnya di desa Kebun Dalam
Tegalarum, Kecamatan Bando, Magetan, Jawa Timur pada tahun 1951. Dahlan Iskan
tidak pernah tahu tepatnya tanggal dan bulan ia dilahirkan, sampai saat ini
tanggal yang ia gunakan sebagai tanggal lahir adalah karangannya sendiri. Ia
menggunakan tanggal 17 Agustus 1951 sebagai hari kelahirannya karena tanggal
itu tepat hari kemerdekaan Indonesia sehingga mudah diingat. Selain itu mungkin
ia juga ingin tersemangati dengan tanggal itu seperti semangat para pejuang
tahun 45.
Dahlan kecil dibesarkan dilingkungan pedesaan dengan serba
kekurangan, akan tetapi sangat kental akan suasana religiusnya. Ada cerita
menarik dalam buku beliau Ganti Hati yang menggambarkan betapa serba
kekurangannya beliau ketika waktu kecil. Disitu diceritakan Dahlan kecil hanya
memiliki satu celana pendek dan satu baju, tapi masih memiliki satu sarung. Dan
dengan candaan pak Dahlan yang segar beliau menceritakan kehebatan dari sarung
yang dimilikinya. Disini beliau menceritakan bahwa sarung bisa jadi apa saja.
Mulai jadi alat ibadah, mencari rezeki, alat hiburan, fashion, kesehatan sampai
menjadi alat untuk menakut-nakuti.
Jika Dahlan kecil sedang mencuci baju, sarung bisa dikemulkan
pada badan atasnya. Jika sedang mencuci celana, sarung bisa dijadikan bawahan. Jika
sedang cari sisa-sisa panen kedelai sawah orang kaya, sarung itu bisa dijadikan
karung. Jika perut sedang lapar dan dirumah tidak ada makanan, sarung bisa
diikatkan erat-erat dipinggang jadilah dia pengganjal perut yang andal. Jika
mau sholat jadilah dia benda yang penting untuk menghadap Tuhan. Jika lagi
kedinginan, jadilah dia selimut. Jika sarung itu robek masih bisa dijahit. Jika
ditempat jahitan itu robek lagi, masih bisa ditambal. Jika tambalanya pun
robek, sarung itu belum tentu akan pensiun. Masih bisa dirobek-robek lagi,
bagian yang besar bisa digunakan sebagai sarung bantal dan bagian yang kecil
bisa dijadikan popok bayi. Ada pelajaran yang bisa kita petik dari cerita
beliau, bahwa kita harus tetap bersyukur, sabar dan harus menikmati semuanya
dengan apa adanya.
Orang tua Dahlan Iskan bukanlah
orang kaya. Dahlan dan saudara-saudaranya terbiasa hidup dalam kesederhanaan. Ketika
sekolah ia tidak mempunyai sepatu. Saat itu jarak antara rumah dan sekolahnya
puluhan kilometer, sehingga ia dan saudaranya menempuhnya dengan berjalan kaki
dengan merasakan lecet di telapak kaki karena tak bersepatu. Sehingga ia
menyimpan keinginan besar (menurutnya saat itu) yaitu bisa memiliki sepeda dan
sepatu (cerita ini bisa kita baca di buku “Sepatu Dahlan”). Kehidupan telah
menempa Dahlan kecil menjadi pribadi yang tangguh. Ayah Dahlan pernah berkata “
Kemiskinan yang dijalani dengan tepat akan mematangkan jiwa”. Begitulah prinsip
keluarga Dahlan.
Dahlan Iskan mulai bersekolah di
madrasah yang juga disebut sekolah rakyat (sekarang bernama sekolah dasar).
Setelah tamat ia melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama, kemudian ke
sekolah aliyah setingkat SLTA. Setamat SLTA, Dahlan Iskan melanjutkan
sekolahnya di fakultas hukum IAIN Sunan Ampel dan di Universitas 17 Agustus.
Semasa kuliah ia lebih senang mengikuti kegiatan kemahasiswaan dan menulis
majalah mahasiswa dan koran mahasiswa ketimbang mengikuti kuliah. Karena
keasyikannya itu ia jadi tidak meneruskan kuliahnya.
Kemudian Dahlan Iskan hijrah ke
Samarinda, Kalimantan Timur, Disana ia menjadi reporter sebuah surat kabar
lokal. Tulisan Dahlan banyak yang meminatinya.
Pada Tahun 1976, Dahlan kembali ke
Surabaya dan bekerja sebagai wartawan majalah Tempo. Saat itu terjadi musibah
yang bersejarah yaitu tenggelamnya kapal Tampomas. Dahlan menulis tentang
musibah tersebut dengan sepenuh hati dan meletakkannya di Headline News Tempo. Tak disangka hasilnya sangat luar biasa, dari
respon pembaca banyak yang menyukai gaya Dahlan menulis. Hal inilah
yang membuat pimpinan Tempo mengangkat Dahlan sebagai kepala biro Tempo Jatim.Walau
sudah bekerja dan menulis untuk Tempo, diam-diam Dahlan juga menulis untuk
koran lain seperti Surabaya Post dan
surat kabar mingguan seperti Ekonomi Indonesia sebagai tambahan penghasilan.
Hal ini diketahui oleh pimpinan Tempo dan menegur Dahlan.
Dahlan Iskan dan Jawa Pos
Jawa Pos didirikan oleh The Chung
Shen pada 1 Juli 1949 dengan nama Djawa
Post. Saat itu The Chung Shen hanyalah seorang pegawai bagian iklan sebuah
bioskop di Surabaya. Karena setiap hari dia harus memasang iklan bioskop di
surat kabar, lama-lama ia tertarik untuk membuat surat kabar sendiri. Setelah
sukses dengan Jawa Pos-nya, The Chung Shen mendirikan pula koran berbahasa
Mandarin dan Belanda. Bisnis The Chung Shen di bidang surat kabar tidak
selamanya mulus. Pada akhir tahun 1970-an, omset Jawa Pos mengalami kemerosotan
yang tajam.Tahun 1982, oplahnya hanya tinggal 6.800 eksemplar saja.
Koran-korannya yang lain sudah lebih
dulu pensiun. Ketika usianya menginjak 80 tahun, The Chung Shen akhirnya
memutuskan untuk menjual Jawa Pos. Dia merasa tidak mampu lagi mengurus
perusahaannya, sementara tiga orang anaknya lebih memilih tinggal di London,
Inggris.
Saat itu terdengar kabar bahwa Jawa
Pos dibeli oleh Direktur Utama PT Grafiti Pers, Penerbit Tempo yaitu Eric
Samola. Melihat prestasinya yang lumayan dan keinginan Dahlan untuk berbuat
lebih, tahun 1982 ia dipromosikan menjadi pemimpin Koran Jawa Pos. Awalnya
koran Jawa Pos bernama Java Post kemudian diganti dengan Djawa Post
dan diganti lagi menjadi Jawa Pos. Awalnya media masa Surabaya dikuasai oleh
Surabaya Post dan Kompas. Saat Dahlan Iskan ditunjuk menjadi pimpinan Jawa Pos,
Jawa Pos hampir bangkrut karena kalah bersaing. Perputarannya saja hanya 6.800
eksemplar. Namun Dahlan tidak berputus asa. Ia mencari akal untuk menyelamatkan
Jawa Pos.
Ketika itu budaya membaca koran
adalah di sore hari. Melihat ini muncullah ide cemerlang Dahlan. Ia memutuskan
bahwa Jawa Pos akan diterbitkan dan dibagikan di pagi hari. Ide ini di gulirkan
Dahlan agar Jawa Pos seakan-akan bisa memberikan berita lebih cepat dari koran
lain. Namun tidak semua stafnya menyetujui usul Dahlan karena bertentangan
dengan kebiasaan masyarakat dalam membaca koran. Sore hari adalah saat santai,
orang pulang kerja sembari santai dengan membaca koran. Sedangkan pagi hari,
banyak orang diburu waktu untuk kerja. Mana mungkin ada waktu untuk membaca
koran. Bagaimana nanti jika Jawa Pos tidak laku jika diterbitkan pagi hari. Begitulah
argumen para stafnya yang tidak setuju dengan usul Dahlan. Namun Dahlan tidak
menyerah, justru inilah kesempatan Jawa Pos. Saat koran lain belum terbit, Jawa
Pos mendahului untuk terbit dan dibagikan. Sehingga akan membentuk opini bahwa
Jawa Pos lebih cepat meliput berita dan lebih cepat mengetahui berita
dibandingkan koran lain. Persoalan kebiasaan membaca koran di sore hari itu
pelan-pelan dapat di rubah di pagi hari. Tentunya orang akan lebih senang jika
lebih cepat mengetahui apa yang terjadi di masyarakat ketimbang yang terakhir
tahu.
Akhirnya Jawa Pos terbit di pagi
hari. Awalnya masyarakat kaget ada koran yang terbit di pagi hari. Tetapi
dengan sabar Dahlan dan timnya mengedukasi masyarakat untuk membaca koran di
pagi hari. Dahlan membentuk opini bahwa lebih cepat mengetahui berita yang up
to date itu lebih cerdas dan lebih keren. Untuk hal ini Dahlan Iskan bahkan
terjun langsung dalam memasarkan koran Jawa Pos.
Pelan-pelan Jawa Pos membiasakan
masyarakat untuk membaca koran di pagi hari. Menerbitkan koran di pagi hari,
Jawa Pos hampir tidak ada saingannya karena koran lain tetap terbit sore hari.
Akhirnya dalam kurun waktu lima tahun yaitu 1982-1987 Jawa Pos berhasil terbit
dengan oplah 126.000 eksemplar. Omset Jawa Pos naik 20 kali lipat dari omset
ditahun pertama yaitu tahun 1982. Omset Jawa Pos mencapai 10,6 miliar. Dari
surat kabar yang hampir gulung tikar, Dahlan Iskan menjadikan Jawa Pos menjadi
surat kabar yang spektakuler dan Jawa Pos di bawah kepemimpinan Dahlan berhasil
merubah kebiasaan masyarakat dari membaca koran di sore hari menjadi pagi hari.
Melihat keberhasilan Jawa Pos, koran lain yang awalnya terbit sore juga
ikut-ikutan terbit pagi karena takut kehilangan pasar.
Di tahun 1993 saat usianya mencapai
42 tahun, Dahlan mengundurkan diri menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum
Jawa Pos karena ia ingin memberikan kesempatan pada orang yang lebih muda untuk
berkarya. Dahlan Iskan akhirnya fokus mengembangkan jaringan media Jawa Pos,
yang awalnya hanya menerbitkan koran saja, Jawa Pos kemudian juga membuat
majalah dan juga surat kabar daerah lain. Jaringan ini terkenal dengan nama
Jawa Pos News Network (JPNN). JPNN
adalah jaringan media terbesar di Indonesia saat ini dengan memimpin 190 surat
kabar, tabloid dan majalah serta memiliki 40 percetakan yang
tersebar di seluruh Indonesia.Tahun 1997 Dahlan Iskan membangun gedung pencakar
langit yang terkenal di Surabaya dengan nama Graha Pena. Gedung ini menjadi
pusat aktivitas JPNN. Selain di Surabaya, Dahlan Iskan juga membangun gedung
serupa di Jakarta mengingat Jakarta adalah ibukota Indonesia dan untuk lebih
mengukuhkan keberadaan JPNN di tanah air.
Dahlan juga melirik media elektronik
dengan mendirikan stasiun TV lokal surabaya yaitu JTV dan SBO, Batam yaitu
Batam TV, di Pekanbaru yaitu Riau TV, FMTV di Makassar, PTV di Palembang,
dan Parahyangan TV di Bandung dan di kota-kota lainnya yang mencapai 34 stasiun
televisi lokal.
“Jangan meletakkan semua telur di keranjang yang sama”, begitulah pepatah bisnis. Dahlan
Iskan juga mempercayai pepatah itu. Ia mendiversifikasikan usahanya ke bisnis
real estate dan hotel.
Pada awal 2009, Dahlan Iskan mulai mengembangkan
karirnya dengan menjabat sebagai komisaris PR Fangbian Iskan Corporindo (FIC).
Perusahaan tersebut membangun Sambungan Komunikasi Kabel laut (SKKL) antara
Surabaya dan Hong Kong dengan panjang serat optik 4.300 kilometer.
Selain
sambungan komunikasi, Dahlan Iskan juga memiliki banyak rencana cemerlang untuk
sambungan listrik. Sejak akhir tahun 2009, Dahlan Iskan memimpin PLN. Dia
menggantikan Fahmi Mochtar sebagai Direktur Utama PLN yang sebelumnya menuai
kritikan pedas akibat seringnya lampu mati di daerah Jakarta. Sehubungan dengan
hal tersebut, Dahlan Iskan mencanangkan gebrakan bebas bayar pet dalam 6 bulan
untuk seluruh wilayah Indonesia. Lalu, dia juga mencanangkan gerakan sehari
sejuta sambungan. Setelah itu, dia merencanakan pembangunan PLTS untuk 100
pulau di Indonesia Bagian Timur untuk daerah Pulau Banda, Manado, Derawan,
Wakatobi, dan Citrawangan. Selain
itu Dahlan Iskan juga memiliki perusahaan yang berkaitan dengan listrik yaitu
direktur pembangkit listrik swasta PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan
Timur dan PT Prima Electric Power di
Surabaya. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa Dahlan
ditunjuk menjadi Direktur Utama PLN.
Prestasi Dahlan Iskan dalam meningkatkan
kesejahteraan rakyat dalam listrik, tentunya, mendapatkan respon positif dari
pemerintah. Pada 17 Oktober 2011, Dahlan Iskan terpilih sebagai Menteri Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menggantikan Mustafa Abubakar yang sakit. Pada
saat itu bisa dibilang Dahlan Iskan berat untuk menerima tawaran tersebut karena
dia sedang berada di puncak semangat untuk memperbarui sistem PLN. Dalam
karirnya sebagai Menteri BUMN, target awal Dahlan Iskan adalah menyusutkan
jumlah BUMN dalam program rekstrukturisasi aset negara. Rencana tersebut
menunggu persetujuan Menteri Keuangan.
Pada 8 Juli
2013, Dahlan menerima gelar honoris causa di bidang komunikasi dan penyiaran
Islam dari IAIN Walisongo Semarang. Rektor IAIN Walisongo Semarang menilai
Dahlan sebagai sosok inspiratif, akademisi, pengambil kebijakan dan implementor
program.Walau tidak menyelesaikan pendidikan di IAIN tapi bisa sukses di bidang
usaha dan pemerintahan.
Dan pada tanggal 13 september 2013 di
Hotel Mandarin Oriental, Jakarta Dahlan Iskan menerima gelar Profesor tamu dari
Universiti Malaysia Perlis (UniMAP). Raja Perlis Tuanku Syed Faizudin Putra
Ibni Tuanku Syed Sirajuddin Jamalullail, Raja muda yang sekaligus menjabat
canselor (seperti rektor di Indonesia) berkali-kali mengungkapkan kekagumannya
terhadap Dahlan Iskan Saat memberi sambutan usai menyerahkan dokumen penetapan
gelar profesor tamu bagi sang menteri BUMN itu.
0 komentar:
Posting Komentar