Pages

Selasa, 14 Januari 2014

Dari Reporter Hingga Menjadi Menteri


Dahlan Iskan adalah salah satu putera terbaik Indonesia. Beliau dikenal masyarakat karena keberhasilannya dalam memimpin surat kabar Jawa Pos yang awalnya hanya koran daerah yang hampir gulung tikar menjadi koran nasional dengan penjualan yang sangat fantastis. Beliau juga pernah diangkat menjadi Dirut PLN dan saat ini Dahlan Iskan menjabat menjadi menteri BUMN menggantikan Mustafa Abubakar.


Dahlan Iskan lahir dari pasangan Mohammad Iskan dan Lisnah di Magetan Jawa Timur, tepatnya di desa Kebun Dalam Tegalarum, Kecamatan Bando, Magetan, Jawa Timur pada tahun 1951. Dahlan Iskan tidak pernah tahu tepatnya tanggal dan bulan ia dilahirkan, sampai saat ini tanggal yang ia gunakan sebagai tanggal lahir adalah karangannya sendiri. Ia menggunakan tanggal 17 Agustus 1951 sebagai hari kelahirannya karena tanggal itu tepat hari kemerdekaan Indonesia sehingga mudah diingat. Selain itu mungkin ia juga ingin tersemangati dengan tanggal itu seperti semangat para pejuang tahun 45.

Dahlan kecil dibesarkan dilingkungan pedesaan dengan serba kekurangan, akan tetapi sangat kental akan suasana religiusnya. Ada cerita menarik dalam buku beliau Ganti Hati yang menggambarkan betapa serba kekurangannya beliau ketika waktu kecil. Disitu diceritakan Dahlan kecil hanya memiliki satu celana pendek dan satu baju, tapi masih memiliki satu sarung. Dan dengan candaan pak Dahlan yang segar beliau menceritakan kehebatan dari sarung yang dimilikinya. Disini beliau menceritakan bahwa sarung bisa jadi apa saja. Mulai jadi alat ibadah, mencari rezeki, alat hiburan, fashion, kesehatan sampai menjadi alat untuk menakut-nakuti. 
Jika Dahlan kecil sedang mencuci baju, sarung bisa dikemulkan pada badan atasnya. Jika sedang mencuci celana, sarung bisa dijadikan bawahan. Jika sedang cari sisa-sisa panen kedelai sawah orang kaya, sarung itu bisa dijadikan karung. Jika perut sedang lapar dan dirumah tidak ada makanan, sarung bisa diikatkan erat-erat dipinggang jadilah dia pengganjal perut yang andal. Jika mau sholat jadilah dia benda yang penting untuk menghadap Tuhan. Jika lagi kedinginan, jadilah dia selimut. Jika sarung itu robek masih bisa dijahit. Jika ditempat jahitan itu robek lagi, masih bisa ditambal. Jika tambalanya pun robek, sarung itu belum tentu akan pensiun. Masih bisa dirobek-robek lagi, bagian yang besar bisa digunakan sebagai sarung bantal dan bagian yang kecil bisa dijadikan popok bayi. Ada pelajaran yang bisa kita petik dari cerita beliau, bahwa kita harus tetap bersyukur, sabar dan harus menikmati semuanya dengan apa adanya.
Orang tua Dahlan Iskan bukanlah orang kaya. Dahlan dan saudara-saudaranya terbiasa hidup dalam kesederhanaan. Ketika sekolah ia tidak mempunyai sepatu. Saat itu jarak antara rumah dan sekolahnya puluhan kilometer, sehingga ia dan saudaranya menempuhnya dengan berjalan kaki dengan merasakan lecet di telapak kaki karena tak bersepatu. Sehingga ia menyimpan keinginan besar (menurutnya saat itu) yaitu bisa memiliki sepeda dan sepatu (cerita ini bisa kita baca di buku “Sepatu Dahlan”). Kehidupan telah menempa Dahlan kecil menjadi pribadi yang tangguh. Ayah Dahlan pernah berkata “ Kemiskinan yang dijalani dengan tepat akan mematangkan jiwa”. Begitulah prinsip keluarga Dahlan.
Dahlan Iskan mulai bersekolah di madrasah yang juga disebut sekolah rakyat (sekarang bernama sekolah dasar). Setelah tamat ia melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama, kemudian ke sekolah aliyah setingkat SLTA. Setamat SLTA, Dahlan Iskan melanjutkan sekolahnya di fakultas hukum IAIN Sunan Ampel dan di Universitas 17 Agustus. Semasa kuliah ia lebih senang mengikuti kegiatan kemahasiswaan dan menulis majalah mahasiswa dan koran mahasiswa ketimbang mengikuti kuliah. Karena keasyikannya itu ia jadi tidak meneruskan kuliahnya.
Kemudian Dahlan Iskan hijrah ke Samarinda, Kalimantan Timur, Disana ia menjadi reporter sebuah surat kabar lokal. Tulisan Dahlan banyak yang meminatinya.
Pada Tahun 1976, Dahlan kembali ke Surabaya dan bekerja sebagai wartawan majalah Tempo. Saat itu terjadi musibah yang bersejarah yaitu tenggelamnya kapal Tampomas. Dahlan menulis tentang musibah tersebut dengan sepenuh hati dan meletakkannya di Headline News Tempo. Tak disangka hasilnya sangat luar biasa, dari respon pembaca banyak yang menyukai  gaya Dahlan menulis. Hal inilah yang membuat pimpinan Tempo mengangkat Dahlan sebagai kepala biro Tempo Jatim.Walau sudah bekerja dan menulis untuk Tempo, diam-diam Dahlan juga menulis untuk koran lain seperti Surabaya Post dan surat kabar mingguan seperti Ekonomi Indonesia sebagai tambahan penghasilan. Hal ini diketahui oleh pimpinan Tempo dan menegur Dahlan.
Dahlan Iskan dan Jawa Pos
Jawa Pos didirikan oleh The Chung Shen pada 1 Juli 1949 dengan nama Djawa Post. Saat itu The Chung Shen hanyalah seorang pegawai bagian iklan sebuah bioskop di Surabaya. Karena setiap hari dia harus memasang iklan bioskop di surat kabar, lama-lama ia tertarik untuk membuat surat kabar sendiri. Setelah sukses dengan Jawa Pos-nya, The Chung Shen mendirikan pula koran berbahasa Mandarin dan Belanda. Bisnis The Chung Shen di bidang surat kabar tidak selamanya mulus. Pada akhir tahun 1970-an, omset Jawa Pos mengalami kemerosotan yang tajam.Tahun 1982, oplahnya hanya tinggal 6.800 eksemplar saja.
Koran-korannya yang lain sudah lebih dulu pensiun. Ketika usianya menginjak 80 tahun, The Chung Shen akhirnya memutuskan untuk menjual Jawa Pos. Dia merasa tidak mampu lagi mengurus perusahaannya, sementara tiga orang anaknya lebih memilih tinggal di London, Inggris.
Saat itu terdengar kabar bahwa Jawa Pos dibeli oleh Direktur Utama PT Grafiti Pers, Penerbit Tempo yaitu Eric Samola. Melihat prestasinya yang lumayan dan keinginan Dahlan untuk berbuat lebih, tahun 1982 ia dipromosikan menjadi pemimpin Koran Jawa Pos. Awalnya koran Jawa Pos bernama Java Post kemudian diganti dengan Djawa Post dan diganti lagi menjadi Jawa Pos. Awalnya media masa Surabaya dikuasai oleh Surabaya Post dan Kompas. Saat Dahlan Iskan ditunjuk menjadi pimpinan Jawa Pos, Jawa Pos hampir bangkrut karena kalah bersaing. Perputarannya saja hanya 6.800 eksemplar. Namun Dahlan tidak berputus asa. Ia mencari akal untuk menyelamatkan Jawa Pos.
Ketika itu budaya membaca koran adalah di sore hari. Melihat ini muncullah ide cemerlang Dahlan. Ia memutuskan bahwa Jawa Pos akan diterbitkan dan dibagikan di pagi hari. Ide ini di gulirkan Dahlan agar Jawa Pos seakan-akan bisa memberikan berita lebih cepat dari koran lain. Namun tidak semua stafnya menyetujui usul Dahlan karena bertentangan dengan kebiasaan masyarakat dalam membaca koran. Sore hari adalah saat santai, orang pulang kerja sembari santai dengan membaca koran. Sedangkan pagi hari, banyak orang diburu waktu untuk kerja. Mana mungkin ada waktu untuk membaca koran. Bagaimana nanti jika Jawa Pos tidak laku jika diterbitkan pagi hari. Begitulah argumen para stafnya yang tidak setuju dengan usul Dahlan. Namun Dahlan tidak menyerah, justru inilah kesempatan Jawa Pos. Saat koran lain belum terbit, Jawa Pos mendahului untuk terbit dan dibagikan. Sehingga akan membentuk opini bahwa Jawa Pos lebih cepat meliput berita dan lebih cepat mengetahui berita dibandingkan koran lain. Persoalan kebiasaan membaca koran di sore hari itu pelan-pelan dapat di rubah di pagi hari. Tentunya orang akan lebih senang jika lebih cepat mengetahui apa yang terjadi di masyarakat ketimbang yang terakhir tahu.
Akhirnya Jawa Pos terbit di pagi hari. Awalnya masyarakat kaget ada koran yang terbit di pagi hari. Tetapi dengan sabar Dahlan dan timnya mengedukasi masyarakat untuk membaca koran di pagi hari. Dahlan membentuk opini bahwa lebih cepat mengetahui berita yang up to date itu lebih cerdas dan lebih keren. Untuk hal ini Dahlan Iskan bahkan terjun langsung dalam memasarkan koran Jawa Pos.
Pelan-pelan Jawa Pos membiasakan masyarakat untuk membaca koran di pagi hari. Menerbitkan koran di pagi hari, Jawa Pos hampir tidak ada saingannya karena koran lain tetap terbit sore hari. Akhirnya dalam kurun waktu lima tahun yaitu 1982-1987 Jawa Pos berhasil terbit dengan oplah 126.000 eksemplar. Omset Jawa Pos naik 20 kali lipat dari omset ditahun pertama yaitu tahun 1982. Omset Jawa Pos mencapai 10,6 miliar. Dari surat kabar yang hampir gulung tikar, Dahlan Iskan menjadikan Jawa Pos menjadi surat kabar yang spektakuler dan Jawa Pos di bawah kepemimpinan Dahlan berhasil merubah kebiasaan masyarakat dari membaca koran di sore hari menjadi pagi hari. Melihat keberhasilan Jawa Pos, koran lain yang awalnya terbit sore juga ikut-ikutan terbit pagi karena takut kehilangan pasar.
Di tahun 1993 saat usianya mencapai 42 tahun, Dahlan mengundurkan diri menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum Jawa Pos karena ia ingin memberikan kesempatan pada orang yang lebih muda untuk berkarya. Dahlan Iskan akhirnya fokus mengembangkan jaringan media Jawa Pos, yang awalnya hanya menerbitkan koran saja, Jawa Pos kemudian juga membuat majalah dan juga surat kabar daerah lain. Jaringan ini terkenal dengan nama Jawa Pos News Network (JPNN). JPNN adalah jaringan media terbesar di Indonesia saat ini dengan memimpin 190 surat kabar, tabloid dan majalah serta memiliki 40 percetakan  yang tersebar di seluruh Indonesia.Tahun 1997 Dahlan Iskan membangun gedung pencakar langit yang terkenal di Surabaya dengan nama Graha Pena. Gedung ini menjadi pusat aktivitas JPNN. Selain di Surabaya, Dahlan Iskan juga membangun gedung serupa di Jakarta mengingat Jakarta adalah ibukota Indonesia dan untuk lebih mengukuhkan keberadaan JPNN di tanah air.
Dahlan juga melirik media elektronik dengan mendirikan stasiun TV lokal surabaya yaitu JTV dan SBO, Batam yaitu Batam TV, di Pekanbaru yaitu Riau TV, FMTV di Makassar, PTV di Palembang, dan Parahyangan TV di Bandung dan di kota-kota lainnya yang mencapai 34 stasiun televisi lokal.
“Jangan meletakkan semua telur di keranjang yang sama”, begitulah pepatah bisnis. Dahlan Iskan juga mempercayai pepatah itu. Ia mendiversifikasikan usahanya ke bisnis real estate dan hotel.
Pada awal 2009, Dahlan Iskan mulai mengembangkan karirnya dengan menjabat sebagai komisaris PR Fangbian Iskan Corporindo (FIC). Perusahaan tersebut membangun Sambungan Komunikasi Kabel laut (SKKL) antara Surabaya dan Hong Kong dengan panjang serat optik 4.300 kilometer.
Selain sambungan komunikasi, Dahlan Iskan juga memiliki banyak rencana cemerlang untuk sambungan listrik. Sejak akhir tahun 2009, Dahlan Iskan memimpin PLN. Dia menggantikan Fahmi Mochtar sebagai Direktur Utama PLN yang sebelumnya menuai kritikan pedas akibat seringnya lampu mati di daerah Jakarta. Sehubungan dengan hal tersebut, Dahlan Iskan mencanangkan gebrakan bebas bayar pet dalam 6 bulan untuk seluruh wilayah Indonesia. Lalu, dia juga mencanangkan gerakan sehari sejuta sambungan. Setelah itu, dia merencanakan pembangunan PLTS untuk 100 pulau di Indonesia Bagian Timur untuk daerah Pulau Banda, Manado, Derawan, Wakatobi, dan Citrawangan. Selain itu Dahlan Iskan juga memiliki perusahaan yang berkaitan dengan listrik yaitu direktur pembangkit listrik swasta PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa Dahlan ditunjuk menjadi Direktur Utama PLN.
Prestasi Dahlan Iskan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam listrik, tentunya, mendapatkan respon positif dari pemerintah. Pada 17 Oktober 2011, Dahlan Iskan terpilih sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menggantikan Mustafa Abubakar yang sakit. Pada saat itu bisa dibilang Dahlan Iskan berat untuk menerima tawaran tersebut karena dia sedang berada di puncak semangat untuk memperbarui sistem PLN. Dalam karirnya sebagai Menteri BUMN, target awal Dahlan Iskan adalah menyusutkan jumlah BUMN dalam program rekstrukturisasi aset negara. Rencana tersebut menunggu persetujuan Menteri Keuangan.

Pada 8 Juli 2013, Dahlan menerima gelar honoris causa di bidang komunikasi dan penyiaran Islam dari IAIN Walisongo Semarang. Rektor IAIN Walisongo Semarang menilai Dahlan sebagai sosok inspiratif, akademisi, pengambil kebijakan dan implementor program.Walau tidak menyelesaikan pendidikan di IAIN tapi bisa sukses di bidang usaha dan pemerintahan.  Dan  pada tanggal 13 september 2013 di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta Dahlan Iskan menerima gelar Profesor tamu dari Universiti Malaysia Perlis (UniMAP). Raja Perlis Tuanku Syed Faizudin Putra Ibni Tuanku Syed Sirajuddin Jamalullail, Raja muda yang sekaligus menjabat canselor (seperti rektor di Indonesia) berkali-kali mengungkapkan kekagumannya terhadap Dahlan Iskan Saat memberi sambutan usai menyerahkan dokumen penetapan gelar profesor tamu bagi sang menteri BUMN itu.

0 komentar:

Posting Komentar