Dalam Madarijus Salikin karyanya,
Al-Imam Syamsuddin ibn Qayyim Al-Jauziyah, menggolongkan jihad berdasarkan
“lawan yang harus dihadapi”. Ia antara lain beliau sebut jihadun nafs,
jihadusy syaitan, jihadu ahlil ma’ashi wal bida’, dan jihadu ahli kufri wasy
syirki.
Jihadun nafs yang bermakna jihad terhadap diri adalah bagian yang mendasar dan
pokok dari pembagian jihad oleh Ibn Qayyim Al-Jauziyah ini. Beliau membaginya
kedalam lima hal. Kelima butir jihad terhadap diri ini meliputi: mengimani
petunujuk Allah dan agama kebenaran, mengilmuinya, mengamalkannya,
mendakwahkannya, dan bersabar dalam mengimani, mengilmui, mengamalkan, dan
mendakwahkannya.
Beriman adalah jihad. Sebab iman kadang
adalah mata yang harus terbuka, mendahului datangnya cahanya. Ia adalah
keyakinan hati yang menyusur jalan bukti. Berilmu adalah jihad. Sebab ia
menghajatkan kesungguhan menggerakan waktu, tenaga, pikiran, harta, dan
kesabaran untuk berpayah memahami. Beramal adalah jihad. Sebab setiap ilmu yang
ada pada diri mengejar-ngejar jiwa dan raga yang kadang disergap lelah dan
malas agar ianya dikerjakan dan dibaktikan. Berdakwah adalah jihad. Sebab
menyampaikan ilmu, membawakan kebenaran,memerintahkan yang baik, serta mencegah
yang mungkar, kesemua itu acap kali membawa bahaya.
Bersabar dalam mengimani, mengilmui, dan
mengamalkan, serta mendakwahkan petunjuk dan agama kebenara adalah jihad. Sebab
keempat hal itu hanya bisa ditanggung jiwa yang kokoh. Bersabar mengimani
adalah jihad. Sebab ujian iman yang saking beratnya kadang membuat hamba harus
memejamkan mata. Seperti Ibrahim ketika diperintahkan menyembelih sang putra.
Seperti Muhammad di Padang Badar saat berhadapan dengan kekafiran nan jemawa.
Bersabar mengilmui adalah jihad. Seperti
Imam Al-Bukhari harus mengembarai ratusan negeri untuk mendapatkan hadits yang
kelak kebanyakan harus dia gugurkan. Seperti Asy-Syafi’i menjaga hafalan,
merumuskan fiqh, meng-istinbath ahkam, dan menghadapi fitnah cobaan.
Bersabar mengamalkan adalah jihad. Seperti
‘Abdullah ibn ‘Amr ibn Al-‘Ash berpuasa Dawud dan mengkhatamkan Al-Qur’an tiap
3 hari meski usia telah lanjut, hingga akhir hayatnya. Seperti Sa’ad ibn
Al-Musayyib tak pernah ketinggalan takbiratul ihramnya imam shalat fardhu di
Masjid Nabawi dan tak meninggalkan qiyamullail selama 40 tahun.
Bersabar mendakwahkan adalah jihad. Seperti
Mus’ab ibn ‘Umair mendekati satu demi satu pemimpin ‘Aus dan Khazraj dengan
siasat demi mengislamkan Madinah. Seperti Ibn Al-Jauzy yang dimajelisnya nan
agung, ribuan ahli kitab mengucap syahadat. Seperti para penebar Islam di
Nusantara yang luar biasa. Amat sukar menemukan capaian dakwah seperti yang
mereka catatkan.
Mungkin syi’ar ilmu mereka memang belum
sempurna. Hingga hari ini, masih banyak yang perlu diluruskan dalam aqidah dan
amaliah masyarakat disana-sini. Namun, seperti pernah diungkapkan oleh Syaikh
Dr. Salman Al-‘Audah, membawakan hidayah untuk sebagian besar penduduk sebuah
kemaharajaan Hindu yang membentangi 17.000 pulau dalam kurang dari seabad,
tanpa pedang, tanpa perang, adalah menakjubkan. Semoga Allah membalas amal
mereka dengan seagung-agung surga.
Lapis-Lapis Keberkahan
Hal: 243-245
0 komentar:
Posting Komentar