Pages

Jumat, 19 Juni 2015

Jihadu Nafs

Dalam Madarijus Salikin karyanya, Al-Imam Syamsuddin ibn Qayyim Al-Jauziyah, menggolongkan jihad berdasarkan “lawan yang harus dihadapi”. Ia antara lain beliau sebut jihadun nafs, jihadusy syaitan, jihadu ahlil ma’ashi wal bida’, dan jihadu ahli kufri wasy syirki.

Jihadun nafs yang bermakna jihad terhadap diri adalah bagian yang mendasar dan pokok dari pembagian jihad oleh Ibn Qayyim Al-Jauziyah ini. Beliau membaginya kedalam lima hal. Kelima butir jihad terhadap diri ini meliputi: mengimani petunujuk Allah dan agama kebenaran, mengilmuinya, mengamalkannya, mendakwahkannya, dan bersabar dalam mengimani, mengilmui, mengamalkan, dan mendakwahkannya.


Beriman adalah jihad. Sebab iman kadang adalah mata yang harus terbuka, mendahului datangnya cahanya. Ia adalah keyakinan hati yang menyusur jalan bukti. Berilmu adalah jihad. Sebab ia menghajatkan kesungguhan menggerakan waktu, tenaga, pikiran, harta, dan kesabaran untuk berpayah memahami. Beramal adalah jihad. Sebab setiap ilmu yang ada pada diri mengejar-ngejar jiwa dan raga yang kadang disergap lelah dan malas agar ianya dikerjakan dan dibaktikan. Berdakwah adalah jihad. Sebab menyampaikan ilmu, membawakan kebenaran,memerintahkan yang baik, serta mencegah yang mungkar, kesemua itu acap kali membawa bahaya.

Bersabar dalam mengimani, mengilmui, dan mengamalkan, serta mendakwahkan petunjuk dan agama kebenara adalah jihad. Sebab keempat hal itu hanya bisa ditanggung jiwa yang kokoh. Bersabar mengimani adalah jihad. Sebab ujian iman yang saking beratnya kadang membuat hamba harus memejamkan mata. Seperti Ibrahim ketika diperintahkan menyembelih sang putra. Seperti Muhammad di Padang Badar saat berhadapan dengan kekafiran nan jemawa.

Bersabar mengilmui adalah jihad. Seperti Imam Al-Bukhari harus mengembarai ratusan negeri untuk mendapatkan hadits yang kelak kebanyakan harus dia gugurkan. Seperti Asy-Syafi’i menjaga hafalan, merumuskan fiqh, meng-istinbath ahkam, dan menghadapi fitnah cobaan.

Bersabar mengamalkan adalah jihad. Seperti ‘Abdullah ibn ‘Amr ibn Al-‘Ash berpuasa Dawud dan mengkhatamkan Al-Qur’an tiap 3 hari meski usia telah lanjut, hingga akhir hayatnya. Seperti Sa’ad ibn Al-Musayyib tak pernah ketinggalan takbiratul ihramnya imam shalat fardhu di Masjid Nabawi dan tak meninggalkan qiyamullail selama 40 tahun.

Bersabar mendakwahkan adalah jihad. Seperti Mus’ab ibn ‘Umair mendekati satu demi satu pemimpin ‘Aus dan Khazraj dengan siasat demi mengislamkan Madinah. Seperti Ibn Al-Jauzy yang dimajelisnya nan agung, ribuan ahli kitab mengucap syahadat. Seperti para penebar Islam di Nusantara yang luar biasa. Amat sukar menemukan capaian dakwah seperti yang mereka catatkan.

Mungkin syi’ar ilmu mereka memang belum sempurna. Hingga hari ini, masih banyak yang perlu diluruskan dalam aqidah dan amaliah masyarakat disana-sini. Namun, seperti pernah diungkapkan oleh Syaikh Dr. Salman Al-‘Audah, membawakan hidayah untuk sebagian besar penduduk sebuah kemaharajaan Hindu yang membentangi 17.000 pulau dalam kurang dari seabad, tanpa pedang, tanpa perang, adalah menakjubkan. Semoga Allah membalas amal mereka dengan seagung-agung surga.

Lapis-Lapis Keberkahan

Hal: 243-245

0 komentar:

Posting Komentar