Puncak dari kesemua orang shalih adalah para nabi dan rasul Allah.
Dan puncak tertinggi lapis-lapis keberkahan dari semua puncak itu adalah
Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Maka sungguh, tentang diri Rasulullah adalah sebiak-baik kisah, seindah
-indah cermin, semulia-mulia jalan, dan semurni-murni teladan. Maka sungguh,
pada diri Rasulullah ada sebening-bening hati, sejernih-jernih jiwa,
sedalam-dalam ilmu, dan setepat-tepat fahaman.
Maka sunggung, dalam tindak Rasulullah ada seikhlas-ikhlas niat,
seihsan-ihsan amal, seteguh-teguh prinsip, dan sejelas-jelas ikutan. Maka
sunggung, ditiap langkah Rasulullah ada seagung-agung akhlaq, seluhur-luhur
budi, segenap-genap syukur, dan seutuh-utuh sabar.
Maka sungguh, pada senarai helai nafas Rasulullah ada sederu-deru
dzikir, sesyahdu-syahdu khusyu’, dan setunduk-tunduk tawadhu’. Maka sungguh,
pada rangkaian detak jantung Rasulullah ada segigih-gigih upaya, sesuci-suci
doa, sepasrah-pasrah tawakkal, dan sebenar-benar taqwa.
Maka sungguh, pada rantam denyut nadi Rasulullah ada
seberkah-berkah nafkah, setumpah-tumpah sedekah, setebar-tebar dakwah,
senyata-nyata jihad. Maka sungguh, pada deras aliran darah Rasulullah ada
seruah-ruah perhatian, sedahsyat-dahsyat pengorbanan, dan sesejuk kasih sayang.
Maka sungguh, ucapan Rasulullah adalah sefasih-fasih kata,
sedalam-dalam makna, sekokoh-kokoh hujjah, setampak-tampak pembuktian. Maka
sungguh, pribadi Rasulullah adalah semesra-mesra suami, segagah-gagah ayah,
semantap-mantap kakek, seakrab-akrab sahabat.
Maka sungguh, sosok Rasulullah adalah setaat-taat hamba,
serajin-rajin guru, seberani-berani panglima, sepuncak-puncak pemimpin. Maka
sungguh, tapak hayat Rasulullah adalah sejalita-jelita hidup, selurus-lurus
titian, seberat-berat liku, sewujud-wujud cinta.
Maka sungguh, dalam sekarat Rasulullah menyebut ummatnya,
menegaskan kekhawatirannya. Semoga kita termasuk yang berhak disambut
ditelaganya, diberi minum olehnya dari Al-Kautsar yang mengusir sejuta dahaga,
bernaung di bawah panji-panjinya, dan dibahagiakan dengan syafa’atnya.
Maka sungguh, dilapis-lapis keberkahan, apakah yang menyibukkan
kita hingga tak sempat untuk sejenak duduk menyimak sahajanya, mendaras
teladannya, mengkaji sunnahnya, dan mengittiba’ pengabdiannya?
Lapis-Lapis keberkahan
hal: 255-256
0 komentar:
Posting Komentar