Seorang
profesor memasuki ruang kuliah sambil membawa ember transparan berukuran
sedang, batu-batu besar, kerikil, pasir dan air. Kemudian profesor mata
kuliah filosofi itu memasukkan batu-batu besar ke dalam ember, satu per
satu hingga ember itu penuh oleh batu- batu berukuran besar. Semua
mahasiswa heran dan memperhatikan dengan seksama. Kemudian sang
profesor mengajukan satu pertanyaan. “Apakah ember ini sudah tidak dapat
diisi lagi?” tanya profesor memecah keheningan.
Para mahasiswa serentak menjawab, “Ya. Masih bisa,” meskipun
mereka melihat ember itu sudah penuh. Profesor itu tersenyum,
lalu menuangkan kerikil ke dalam ember itu hingga tak tersisa
satu kerikilpun di luar. “Apakah kalian kira ember ini sudah tidak
dapat diisi lagi?” tanya profesor. Para mahasiswa agak bingung. Mereka
ragu-ragu. Suara mereka mulai terpecah. Sebagian mengatakan, “Tidak. Ember
sudah penuh!” Sementara yang lain mengatakan, “Masih bisa.”
Sang Profesor pun mencoba menuangkan pasir ke dalam ember
tersebut. Ternyata seluruh pasir dapat masuk ke dalam ember itu, mengisi
sela-sela batu besar dan kerikil. Profesor itu terus menuangkan pasir
hingga ember itu terlihat penuh sesak oleh batu, kerikil dan pasir.
Para mahasiswa sudah dapat memastikan bahwa ember itu tidak
akandapat diisi lagi. Maka ketika profesor bertanya, “Apakah masih
bisa diisi lagi?” Dengan kompak seluruh mahasiswa menjawab, “Tidak bisa.
“Setelah mendengar jawaban para mahasiswanya, profesor itu
menuangkan air ke dalam ember hingga tak tersisa. Terbukti sudah bahwa
jawaban para mahasiswa tidak tepat, karena ternyata ember itu masih
bisa diisi dengan air.
Kemudian Sang Profesor menanyakan kepada mahasiswa kesimpulan
apa yang bisa ditarik dari contoh tadi. Seisi kelas diam mencoba merenungi dan
mengambil nilai dari percobaan tadi. Kemudian ada mahasiswa yang menjawab
“Sepadat padatnya jadwal kuliah dan tugas kita masih bisa meyelesaikannya kita
mau”, Sang Profesor memuji keberanian mahasiswa tersebut mengajukan pendapat
sambil tersenyum, “Jawaban yang bagus, tapi masih ada yang lebih tepat”.
Seisi kelas pun diam, karena lama tidak ada yang menjawab
akhirnya Sang Profesor diam sejenak sambil menyapu pandangan ke seluruh
kelas,dan berkata ” Kita menempatkan batu batu besar masuk kedalam ember,
kemudian diikuti oleh batu batu kecil, kerikil, kemudian baru diisi dengan air
sehingga ember benar benar penuh, mungkinkah hal tersebut bisa dibalik? Bisakah
Kita menempatkan kerikil-kerikil kecil,pasir,air baru kemudian batu batu
besar? Ternyata ketika batu batu kecil, kerikil dan air kita masukan dulu, batu
yang besar tidak muat masuk semua ke ember.
Dihubungkan
dalam kehidupan ini, kita dapat mengambil makna bahwa dalam kehidupan ini kita
harus pandai menempatkan prioritas. Menempatkan hal hal penting dan
utama untuk didahulukan daripada menghabiskan waktu yang belum tentu berguna
buat kita, sebelum kita menjadi tua dan waktu kita habis.
Tempatkan impian-impian yang besar sebagai prioritas utama (yang diibaratkan sebagai batu-batu besar). Jangan
sibuk mencari dan menempatkan hal-hal yang kecil (yang diibaratkan oleh
kerikil, pasir dan air) terlebih dahulu, karena menyebabkan kita tidak
bisa mendapatkan impian yang besar atau utama.
Batu batu besar dalam kehidupan setiap orang berbeda-beda, ada yang
menempatkan keluarga sebagai prioritas pertama, karir, teman, kesehatan, ato
kesenangan,dll. Tetapi yang pasti, tugas kita sendirilah untuk menyusun batu
kehidupan kita masing masing sehingga tercipta kehidupan yang kokoh, kuat dan
bahagia.
SELAMAT MENYUSUN BATU KEHIDUPAN MASING MASING…!!!
Many people
fail in life, not for lack of ability or brains or even courage but simply
because they have never organized their energies around a goal. ~Elbert
Hubbard~
0 komentar:
Posting Komentar